Bacaaja.com, Medan – Gen Z khususnya remaja, memiliki gaya hidup yang sangat dipengaruhi oleh tren. Salah satu aspek yang paling menonjol adalah tren belanja. Perilaku belanja remaja tidak hanya didorong oleh kebutuhan, tetapi juga oleh faktor psikologis dan sosial. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out), YOLO (You Only Live Once), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinions) menjadi tiga faktor utama yang membentuk tren belanja remaja.
FOMO: Takut Ketinggalan
FOMO adalah perasaan cemas atau takut tertinggal dari pengalaman atau kesenangan yang dirasakan orang lain. Dalam konteks belanja, FOMO mendorong remaja untuk membeli produk atau mengikuti tren terbaru agar tidak merasa berbeda atau ketinggalan. Pengaruh media sosial sangat besar dalam memicu FOMO. Ketika melihat teman-teman atau influencer memamerkan barang baru atau pengalaman seru, remaja merasa terdorong untuk memiliki hal yang sama.
YOLO: Hidup Hanya Sekali
YOLO adalah akronim dari “You Only Live Once”. Filosofi ini mendorong orang untuk menikmati hidup dan tidak menyesali apapun. Dalam konteks belanja, YOLO memicu remaja untuk membeli barang-barang yang mereka inginkan tanpa terlalu memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka beranggapan bahwa hidup hanya sekali, jadi mengapa tidak memanjakan diri?
FOPO: Takut Akan Pendapat Orang Lain
FOPO adalah singkatan dari “Fear of Other People’s Opinions”. Fenomena ini menggambarkan ketakutan seseorang akan penilaian orang lain. Dalam konteks belanja, FOPO membuat remaja membeli barang tertentu karena ingin terlihat keren atau diterima oleh kelompok sosialnya. Mereka takut dianggap ketinggalan zaman atau tidak gaul jika tidak memiliki barang-barang yang sedang tren.
Tren belanja yang dipengaruhi oleh FOMO, YOLO, dan FOPO memiliki dampak yang cukup signifikan bagi remaja, antara lain:
- Tekanan finansial: Remaja cenderung mengeluarkan banyak uang untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Hal ini dapat menyebabkan masalah keuangan bagi remaja dan keluarga mereka.
- Konsumtivisme: Tren ini mendorong gaya hidup konsumtif di kalangan remaja. Mereka cenderung lebih fokus pada memiliki barang-barang materi daripada pengalaman atau pengembangan diri.
- Perbandingan sosial: FOMO dan FOPO mendorong remaja untuk terus membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini dapat memicu rasa tidak puas dan rendah diri.
- Impulsitas: YOLO mendorong remaja untuk bertindak impulsif tanpa berpikir panjang. Hal ini dapat berujung pada penyesalan di kemudian hari.
Solusi yang kami rangkum untuk anda :
Untuk mengatasi dampak negatif dari tren belanja yang dipengaruhi oleh FOMO, YOLO, dan FOPO, remaja dapat melakukan beberapa hal berikut: - Menyadari akar masalah: Kenali apa yang sebenarnya memicu keinginan untuk belanja. Apakah karena FOMO, YOLO, atau FOPO?
- Membuat anggaran: Buatlah anggaran belanja dan patuhi.
- Fokus pada pengalaman: Alih-alih membeli barang, cobalah untuk mencari pengalaman baru yang lebih bermakna.
- Membangun rasa percaya diri: Belajar untuk menerima diri sendiri dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.
- Berpikir jangka panjang: Sebelum membeli sesuatu, pikirkan baik-baik apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam jangka panjang.
Tren belanja remaja yang dipengaruhi oleh FOMO, YOLO, dan FOPO adalah fenomena yang kompleks. Penting bagi remaja untuk menyadari dampak dari tren ini dan berusaha untuk mengendalikan perilaku konsumtif mereka. Dengan begitu, remaja dapat hidup lebih bahagia dan sejahtera.
Penulis : Nafissa Tri
Editor : Tim Bacaaja.com